Sabtu, 02 Juli 2011

Konsep Belajar dalam Perspektif Islam

KONSEP BELAJAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh : Drs. AGUS SUBANDI, MBA Guru SMAN 5 Karawang
PENDAHULUAN
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi / materi pelajaran. Orang yang berangapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan guru. (Muhibbin Syah, 2003, hlm. 64)
Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut ;
Artinya “ Menuntut ilmu itu fardhu atas setiap muslim “. (H.R Ibnu Adi dan Al Baihaqi dari hadis Anas).
Amir Syarifuddin dalam Ushul Fiqh mengatakan bahwa “Wajib adalah sesuatu yang dituntut oleh syara’ (pembuat hukum) untuk melaksanakannya dari setiap pribadi dari pribadi mukallaf (subjek hukum). Kewajiban itu harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin dilakukan oleh orang lain atau karena perbuatan orang lain. (Amir Syarifuddin, 1997, hlm. 296)
Menurut al-Ghazali, ilmu yang fardhu ‘ain atas setiap umat Islam adalah ilmu-ilmu agama dengan segala macamnya. Di mulai dari al-Qur’an, kemudian pokok-pokok ibadah seperti masalah shalat, shiyam, zakat, hai dan lain-lainnya. Al-Ghazali mendefinisikan ilmu yang fardhu ‘ain sebagai “ Ilmu tentang tata cara melakukan perbuatan yang wajib. Maka barang siapa mengetahui ilmu yang wajib, dan kapan waktunya, ia telah mengetahui ilmu yang fardhu ‘ain “. (Fathiyah Hasan Sulaiman, 1990, hlm. 26)
Ketika para siswa menerima raport dari hasil evaluasi belajar tiap smester, maka yang dilihat adalah seluruh nilai-nilai yang tercantum di dalam raport tersebut. Ada yang bangga dan senang karena mendapat prestasi baik, ada yang tidak senang karena kecewa dengan nilai-nilai yang ada bahkan ada yang tidak bereaksi sebagai akibat kurangnya memperhatikan terhadap angka-angka yang ada karena bingung tidak memiliki tujuan.
2
Sikap orang tua ketika menerima hasil raport anak-anaknya juga beragam, ada yang senang dan langsung merespon dengan sejumlah motivasi untuk lebih meningkatkan prestasi belajar. Ada yang tidak mempedulikan lantaran kesibukan orang tua atau latar belakang pendidikannya yang minim, sehingga hasil yang ada di raport tidak mendapatkan respon bahkan tidak tahu maksud nilai-nilai tersebut. Yang diketahui apakah anak-anaknya naik kelas atau lulus dengan tidak mempersoalkan nilai-nilai hasil prestasi yang ada.
Bagi guru dan sekolah yang menginginkan agar para siswa-siswanya berprestasi baik di lingkungan kelas atau sekolahnya bahkan berprestasi antar sekolah atau antar daerah baik di tingkat nasional maupun sampai internasional, maka sejumlah motivasi dan fasilitas demi lancarnya belajar hingga memperoleh prestasi yang membanggakan telah disediakan bahkan kemudahan-kemudahan dalam mengikuti segala proses hingga prestasi itu diraih dengan berbagai hadiah-hadiah demi meningkatkan semangat dalam miningkatkan prestasi-prestasi yang dihasilkannya.
Berprestasi baik, akan membanggakan semua orang, namun berprestasi buruk siapa yang akan dipersalahkan atau siapa yang sebenarnya lebih dahulu merasa bertanggung jawab. Apakah siswa itu sendiri lantaran tidak mau belajar dan susah untuk membiasakan belajar baik di rumah maupun di sekolah, namun tetap ingin sekolah dan diakui sebagai siswa.
Bila usia siswa telah dewasa seperti di bangku Sekolah Menengah, maka tingkat ketergantungan kepada orang lain semakin sedikit, kecuali bila mengalami kesulitan belajar akan meminta bantuan baik kepada guru maupun teman-teman yang bisa diajak untuk bekerja sama dalam belajar dan memecahkan persoalan-persoalan belajar. Bahkan tingkat pengawasan orang tua tidak terlalu ketat, lantaran sudah terbiasa memikul beban serta tanggung jawab dari apa yang ditugaskannya di sekolah demi cita-cita yang diinginkannya.
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology : The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
3
Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah … a process of progressive behavior adaptation. Berdasarkan eksperimennya B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforces). (Muhibbin Syah, 2010, hlm. 88)
Wittig dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai : any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience. Belajar ialah perubahan laku suatu orgnisme sebagai hasil pengalaman. (Muhibbin Syah, 2010, hlm. 89)
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. (Muhibbin Syah, 2003, hlm. 59 ) Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. (Muhibbin Syah, 2010, hlm. 87) Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun (dalam hal ini Islam), belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. (Muhibbin Syah, 1997, hlm. 95)

LANDASAN TEORITIS TENTANG BELAJAR
A. Pengertian
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :
 
Artinya “ tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(Q.S at-Taubah : 122)
Termasuk karunia Alah Swt., disamping nikmat persepsi dan berfikir, manusia dibekali pula dengan kesiapan alamiah untuk belajar serta memperoleh ilmu, pengetahuan, keterampilan, dan keahlian. Belajar menjadikan manusia memiliki kemampuan lebih dalam mengemban tanggung jawab hidup dan memakmurkan bumi. Selain itu, belajar juga memungkinkan manusia mengembangkan kemampuan dan keterapilannya dengan jaminan manusia dapat mencapai kesempurnaan insan yang luar biasa. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 251)
Bagaimanakah pandangan agama khususnya Islam terhadap belajar, memori, dan pengetahuan ? Agaknya tiada satupun agama, termasuk Islam, yang menjelaskan secara rinci dan operasional mengenai proses belajar, proses kerja system memori (akal), dan proses dikuasainya pengetahuan dan keterampilan oleh manusia. Namun Islam, dalam hal penekanannya terhadap signifikansi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas. Kata-kata kunci, seperti ya’qiluun, yatafakkaruun, yubshiruun, yasma’uun dan sebagainya yang terdapat dalam al Qur’an, merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengetahuan. (Muhibbin Syah, 2010, hlm. 98-99)
Abdurrahman Saleh Abdullah dalam Teori-teori Pendidikan berdasarkan Al-Qur’an mengatakan bahwa “ Hilm dengan bentuk jama’nya ahlam di dalam al Qur’an ada satu ayat yang menunjukkan daya fikir. Izutsu menyebut hilm bukan sinonim yang sempurna dari aql , hilm lebih komprehensif darpada aql, karena hilm mengandung mengandung pengertian yang sangat mendasar dari daya fikir dan intelek, maka bukan merupakan sinonim, karena aql lebih sempit pengertiannya. Akan tetapi secara praktis, kedua istilah aql dan hilm menjadi serupa benar pengertiannya. (Abdurrahman Saleh Abdullah, 2007, hlm. 98)
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :

Artinya “ (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S Az-Zumar : 9)
Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut :
Artinya “ Barangsiapa menempuh jalan yang padanya ia menuntut ilmu maka Allah menempuhkannya jalan ke syurga “. (H.R Muslim dari Abu Hurairah)
Selanjutnya pada Hadis yang lain Rasulullah Saw. bersabda :


6
Artinya “ Ilmu itu gudang, kuncinya adalah bertanya. Ketahuilah maka bertanyalah. Sungguh padanya diberi pahala empat orang, yaitu : penanya, orang yang berilmu, pendengar dan orang yang senang kepada mereka “. (H.R Ath-Thabrani, Ibnu Mardawaih, Ibnu Sunni dan Abu Na’im dari hadis Jabir dengan sanad yang lemah).
Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi : “ … acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience “ (Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah process of acquiring responces as a result of special practice (Belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus). (Muhibbin Syah, 2003, hlm. 65)
Hasan Langgulung mengatakan bahwa ada tiga syarat pokok yang harus wujud supaya belajar bisa terjadi. Pertama harus ada rangsangan. Kedua, benda hidup haruslah mengadakan respons kepada rangsangan itu. Dan ketiga, haruslah respon itu diteguhkan seperti dengan ganjaran benda atau bukan benda supaya respon itu dibuat lagi dalam suasana yang sama pada masa yang akan datang, atau ditinggalkan kalau respon itu diteguhkan secara negative. (Hasan Langgulung, 2003, hlm. 245)
Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni (1) informasi, (2) transformasi, (3) evaluasi. … Dalam proses belajar ketiga episode ini selalu terdapat yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri. (S. Nasution, 1982, hlm. 9-10)

7
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan.
a. Acquisition (tahap perolehan/pnerimaan informasi).
b. Storage (tahap penyimpanan infomasi).
c. Retrival (tahap mendapatkan kembali informasi). (Muhibbin Syah, 1997, hlm. 114)
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :

Artinya “ 1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S al ‘Alaq : 1-5)
Bila kita kaitkan perintah membaca itu sebagai tugas, dan kita sependapat bahwa makna ayat itu adalah sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. diperintah untuk membaca bismillaah ketika membaca al Qur’an, maka makna ayat ini adalah ; Bila engkau hendak membaca, maka bacalah terus-menerus sehingga bacaanmu menjadi amal yang bisa sampai kepada Allah dan bukan kepada lain-Nya. Seandainya seseorang membaca dan bacaannya dikhususkan untuk Allah dan bukan untuk selain-Nya, sedangkan ia tidak menyebut nama Allah, maka ia adalah membaca dengan nama Allah. Penyebutan nama Allah itu dituntut dengan lisan agar dapat menggugah hati pada awal setiap amal sehingga selama melaksanakan amal hati selalu terkait kepada Allah dan selalu mengingat nama Allah dan bukan nama lain-Nya. (al Ustadz Muhammad Abduh, 2000, hlm. 229)

8
Menurut Wajidi Sayadi bahwa membaca dengan menggunakan fasilitas akal berarti berusaha mengembankan intelektualitas. Sedangkan sujud mnggunakan fasilitas kalbu (jiwa) akan membangun akhlak al-karimah dan memperkuat rasa ketundukan. (Wajidi Sayadi, 2009, hlm. 14-15)
Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa. (Muhibbin Syah, 2003, hlm. 68).
Proses belajar akan sempurna dan berhasil manakala prinsip-prinsip tertentu terpenuhi. Kadang-kadang, proses belajar itu mengalami sandungan. Kadang-kadang mengalami kegagalan bila prinsip-prinsip tersebut tidak terpenuhi. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 268)
Kita akan lihat bahwa prinsip-prinsip yang digunakan Al-Qur’an dalam pembinaan spiritual kaum mukminin itu, mengenai urgensinya dalam pembelajaran, baru diungkap para psikolog awal abad ke-20. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 269)
Berkut ini kita akan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip pembelajaran menurut Al-Qur’an, sebagai berikut :
1. Motivasi
Motivasi (motivation) adalah keinginan, semangat / yang kuat pada diri seseorang yang menjadi pendorong kepadanya untuk berusaha atau berbuat sesuatu dengan tujuan mencapai kejayaan. (Prijo Darmanto, 2007, hlm. 382)
Banyak studi eksperimental, yang baru-baru ini dilakukan terhadap hewan dan manusia, mengungkapkan pentingnya motivasi dalam belajar. Dalam pembinaan spiritual kaum muslimin, Al-Qur’an menggunakan metode targhib dan tarhib (reward and punishment) serta menggunakan ceritera-ceritera untuk menggugah ketertarikan. Al-Qur’an juga memanfaatkan peristiwa-peristiwa penting yang

9
terjadi yang membangkitkan motivasi dan emosi orang serta menjadikan mereka siap untuk mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 269)
a. Membangkitkan motivasi melalui targhib dan tarhib.
Dalam menyerukan keimanan kepada tauhid, Al-Qur’an sangat concern untuk membangkitkan motivasi manusia dengan member targhib (reward) berupa pahala yang akan didapat orang-orang mukmin dalam kenikmatan surge, juga dengan member tarhib (punishment) brupa hukuman atau siksaan yang akan menimpa orang-orang kafir di dalam neraka jahannam. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 279)
Al-Qur’an tidak bersandar pada tarhib saja atau targhib saja, tetapi bersandar pada perpaduan antara keduanya yaitu takut kepada azab Allah dan harap akan rahmat dan pahala orang-orang suci dari kalangan para Nabi dan hamba-hamba-Nya yang saleh. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 272)
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :

Artinya : “ Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas[1]. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami “. (Q.S. Al-Anbiya (21) : 90)
[1] Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya.

Allah berfirman sebagai berikut ;

Artinya : “ lambung mereka jauh dari tempat tidurnya[1] dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan “. (Q.S. As-Sajadah (32) : 16)
[1] Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam.
Perpadun takut dan harap ini dapat diterapkan untuk membangkitkan motivasi kuat umat Islam sehingga mau mempelajari tata kehidupan baru yang diusung Islam, mempelajari akidah dan nilai-nilai baru yang menjamin terwujudnya hal itu, serta metode-metode baru dalam berpikir dan berperilaku. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 272)
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :

Artinya : “ (Bukan demikian), yang benar: Barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya “. (QS. Al-Baqara (2) : 81)

Artinya : “ dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya “. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 82)
Allah Swt. berfirman :


11
Artinya : “ Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “. (Q.S. An-Nisa (4) : 56)

Artinya : “ dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang Suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman “. (Q.S. An-Nisa (4) : 57)

Artinya : “ Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar “. (Q.S. Al-Maidah (5) : 9)

Artinya : “ Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka “. (Q.S. Al-Maidah (5) : 10)

Artinya : “ Sesungguhnya Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam Keadaan berdosa, Maka Sesungguhnya baginya neraka Jahannam. ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup[1]. (Q.S. Thaha (20) : 74)

12
[1] Maksud tidak mati ialah Dia selalu merasakan azab dan maksud tidak hidup ialah hidup yang dapat dipergunakannya untuk bertaubat.

Artinya : “ dan Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam Keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, Maka mereka Itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang Tinggi (mulia) “, (Q.S. Thaha (20) : 75)

Artinya : “ Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia “. (Q.S. A-Haj (22 : 50)

Artinya : “ dan orang-orang yang berusaha dengan maksud menentang ayat- ayat Kami dengan melemahkan (kemauan untuk beriman); mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka “. (Q.S. Al-Haj (22) : 51)

Artinya : “ kekuasaan di hari itu ada pada Allah, Dia memberi keputusan di antara mereka. Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh adalah di dalam syurga yang penuh kenikmatan. 57. dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, Maka bagi mereka azab yang menghinakan. (Q.S. Al-Haj (22) : 56-57
Artinya : “ 14. dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka (manusia) bergolong-golongan.15. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Maka mereka di dalam taman (surga) bergembira.16. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami (Al Quran) serta (mendustakan) menemui hari akhirat, Maka mereka tetap berada di dalam siksaan (neraka) “. (Q.S Ar-Rum (30) : 14-16)

Ayat-ayat targhib dan tarhib dalam Al-Qur’an tidak terbatas hanya pada penyebutan kenikmatan yang akan diperoleh orang-orang mukminin serta azab yang akan dikenakan kepada orang-orang kafir di kehidupan akherat, tetapi Al-Qur’an juga menerangkan kebaikan yang akan diraih orang-orang mukmin serta kepedihan dan siksaan yang akan diterima orang-orang kafir di dunia. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 276)
Allah berfirman :

Artinya : “ dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (Q.S. Hud (11) : 52)

14
Artinya : “ 10. Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-,11. niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,12. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Q.S. Nuh (71) : 10-12)

b. Membangkitkan motivasi dengan ceritera
Sesungguhnya ceritera mempunyai pengaruh edukatif yang penting. Hal ini sejak tempo dulu digunakan oleh para pendidik untuk mendidik kaum muda, mengajarkan suri teladan yang luhur kepada mereka, serta nilai-nilai agama dan akhlak. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 279)
Allah berfirman sebagai berikut :

Artinya : “ 111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. Yusuf (12) : 111)

Perlu diperhatikan bahwa ada beberapa ceritera Al-Qur’an yang pertama-tama diawali dengan menerangkan ringkasan ceritera. Kemudian memaparkan pemerian ceritera dari awal sampai akhir sebagaimana, misalnya dalam ceritera Ashhabul Kahfi. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 280)

c. Memanfaatkan peristiwa-peristiwa penting
Diantaran faktor yang dapat membantu membangkitkan motivasi dan perhatian adalah terjadinya beberapa peristiwa atas masalah penting yang menggetarkan emosi manusia, menimbulkan perhatiannya, dan membuat sibuk pikirannya.
15
Biasanya seseorang akan berada di bawah pengaruh peristiwa-peristiwa penting yang berlalu di hadapannya dalam kondisi siap untuk mempelajari Ibrah yang terkandung di dalam peristiwa-peristiwa tersebut. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 281)
Allah Swt. berfirman dalam peristiwa Perang Hunain sebagai berikut :

Artinya : “ 25. Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai Para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, Yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang Luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.26. kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.(Q.S.At-Taubah(9):25-26)
2. Pengulangan
Dalam Al-Qur’an, kita menemukan pengulangan mengenai beberapa kebenaran yang berkaitan dengan akidah dan perkara-perkara gaib yang ingin dikukuhkan Al-Qur’an di dalam hati, seperti keyakinan tauhid. Allah Swt. adalah sumber agama, keimanan pada kebangkitan, hari kiamat, hisab, serta pahala dan siksa di hari kiamat. Diantara contoh pengulangan keyakinan tauhid adalah keterangan yang terdapat pada surat An-Naml (surat makiyah), yaitu pengulangan ungkapan , “ a ilaahun ma’allaah “ (adalah tuhan lain di samping Allah) sebanyak lima kali sehingga keyakinan tersebut dapat terpatri di dalam hati. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 283)
16
Allah Swt. berfirman :


Artinya : “ 60. atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).61. atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut[1]? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.
62. atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi[2]? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).63. atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya[3]?
17
Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).64. atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". (Q.S An-Naml (27) : 60-64)
[1] Yang dimaksud dua laut di sini ialah laut yang asin dan sungai yang besar bermuara ke laut. sungai yang tawar itu setelah sampai di muara tidak langsung menjadi asin.
[2] Yang dimaksud dengan menjadikan manusia sebagai khalifah ialah menjadikan manusia berkuasa di bumi.
[3] Yang dimaksud dengan rahmat Tuhan di sini ialah air hujan yang menyebabkan suburnya tumbuh-tumbuhan.
3. Perhatian
Penggunaan ceritera oleh Al-Qur’an sebagaimana telah kita tunjukkan sebelumnya, merupakan factor penting dalam membangkitkan perhatian manusia terhadap nasihat-nasihat, pelajaran-pelajaran, dan seruan kepada tauhid yang terkandung di dalamnya Al-Qur’an telah menyebutkan pentingnya perhatian dalam menyerap informasi-informasi. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 290)
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :

Artinya : “ 37. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya. (Q.S. Qaaf (50) : 37)


18
Al-Qur’an juga menunjukkan pentingnya perhatian ketika dalam surat Al-Muzammil menerangkan bahwa bangun malam seusai tidur akan menjadikan orang lebih perhatian dan lebih dapat memahami makna-makna Al-Qur’an. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 291)
Allah berfirman :

Artinya : “ 6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (Q.S. Al-Muzammil (72) : 6)
Allah berfirman :

Artinya : “ 204. dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat[1]. (Q.S. Al-A’raf (7) : 204)
[1] Maksudnya: jika dibacakan Al Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca Al Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al Quran.
Menyimak Al-Qur’an dan diam itu mengandung arti memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca untuk merenungi dan memahaminya sertamempelajari akidah, pengajaran, perintah, larangan, ibrah, dan hikmah yang ada padanya.


19
4. Partisipasi Aktif
Dalam Al-Qur’an, kita menemukan penerapan prinsip partisipasi aktif. Hal itu jelas dari metoda yang dipergunakan Al-Qur’an dalam mengajari kaum muslimin tentang karakteristik diri yang terpuji serta akhlak dan kebiasaan perilaku yang utama melalui latihan praktik dengan menugasi mereka melaksanakan bermacam-macam ibadah. Wudhu dan melaksanakan shalat pada waktu-waktu tertentu setiap hari mengajari orang-orang muslim kebersihan, ketaatan, keteraturan, kesabaran, dan ketekunan. Shaum juga mengajari orang-orang muslim ketaatan dan kesabaran dalam menaggung kesulitan. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 297)
Allah berfirman :

Artinya : “ 25. dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya[1]. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 25)
[1] Kenikmatan di syurga itu adalah kenikmatan yang serba lengkap, baik jasmani maupun rohani.

Artinya : “ 82. dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 82)

20
Artinya : “ Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 277)

Artinya : “ Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Baqarah : 57)

Artinya : “ Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. Al-Maidah (5) : 9)

Artinya : “ Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami". (Q.S. Al-Kahfi (18) : 88)
5. Pembagian Belajar
Beberapa studi eksperimen yang diadakan para psikolog modern mengungkapkan bahwa pembagian belajar atau latihan ke dalam rentang waktu yang berjauhan diselingin waktu istirahat akan membantu mempercepat belajar dan memantapkannya dalam memori. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 300)
Allah Swt. berfirman :


21
Artinya : “ dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.(Q.S. Al-Isra (17) : 106)

Artinya : “ berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah[1] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (Q.S. Al-Furqan (25) : 32)
[1] Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati Nabi Muhammad s.a.w menjadi kuat dan tetap.
6. Perubahan Perilaku Secara Bertahap
Melepaskan beberapa kebiasaan buruk yang sudah mengakar sekian lama sehingga kebiasaan kebiasaan buruk itu mendarah daging dalam perilaku kita bukanlah sesuatu yang enteng. Sebab, hal itu membutuhkan kemauan yang kuat, kesungguhan yang besar dan latihan yang panjang. Hal ini merupakan persoalan yang tidak akan sanggup dilakukan oleh kebanyakan orang. Oleh sebab itu, cara paling baik yang dapat diikuti untuk menanggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah mengakar adalah berupaya untuk melepaskannya secara bertahap. (Muhammad Utsman Najati, 2005, hlm. 302)

Allah Swt. berfirman sebagai berikut :

Artinya : “ mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,(Q.S. Al-Baqarah (2) : 219)

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub[1], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
23
baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.(Q.S. Al-Maidah (5) : 90-91)
[1] Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [1], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. 91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Q.S. Al-Maidah (5) : 90-91)
[1] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.
24
Konsep Belajar Menurut Tokoh-Tokoh Islam

1. Al-Ghazali

Menurut Al-Ghazali proses belajar adalah usaha orang itu untuk mencari ilmu karena itu belajar itu sendiri tidak terlepas dari ilmu yang akan dipelajarinya. Berkaitan dengan ilmu, Al-Ghazali berpendapat ilmu yang dipelajari dapat dari dua segi, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek.
Pertama, sebagai proses, Al-Ghazali megklasifikasikan ilmu menjadi tiga. Pertama ilmu hissiyah (ilmu yang diperoleh melalui pengindraan). Kedua, ilmu Aqliyah (ilmu yang diperoleh melalui kegiatan berpikir (akal). Ketiga, ilmu Ladunni (ilmu yang langsung diperoleh dari Allah tanpa berfikir dan proses pengindraan.
Kedua, sebagai objek, Al-Ghazali membagi ilmu menjadi tiga macam. Pertama, ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak baik sedikit maupun banyak seperti sihir. Kedua, ilmu pengetahuan yang terpuji baik sedikit maupun banyak. Dan Ketiga, ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji tetapi bila mendalaminya tercela seperti ilmu ketuhanan, cabang ilmu filsafat (Wahyuni dan Baharuddin, 2010).
Menurut Al-Ghazali ilmu terdiri dari dua jenis, yaitu ilmu kasbi dan ilmu ladunni. Ilmu kasbi adalah cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahapmelalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan. Ilmu Ladunni adalah ilmu yang diperoleh orang-orang tertentu dengan tidak melalui proses perolehan ilmu pada umumnya tetapi melalui proses pencerahan oleh hadirnya cahaya ilahi dalam qalbu. Menurut Al-Ghazali pendekatan belajar dalam menuntut ilmu dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan ta’lim insani dan ta’lim rabbani (Wahyuni dan Baharuddin, 2010)

Klasifikasi ilmu menurut Al-Gazali

2. Al-Zarnuji
Konsep pendidikan Al-Zarnuji tertuang dalam karya monumentalnya, kitab ” Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum” konsep pendidikan yang dikemukakan antara lain:
a. pengertian ilmu dan keutamaannya
b. niat belajar
c. memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan dalam belajar
d. meghormati ilmu dan ulama
e. ketekunan, kontuinitas, dan cita-cita luhur
f. permulaan dan insensitas belajar serta tata tertibnya
g. tawakkal kepada Allah SWT
h. masa belajar
i. kasih sayang dan memberi nasihat
j. mengambil pelajaran
k. wara’ (menjaga diri dari yang syubhat dan haram) pada masa belajar
l. penyebab hafal dan lupa
m. masalah rezeki dan ilmu umur


DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fattah Jalal, 1988, Azas-azas Pendidikan Islam, Bandung : Diponegoro
Abdurrahman Saleh Abdullah, 2007, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,
Jakarta : Renika Cipta.
Ahmad Tafsir, 2010, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif.
Departemen Agama RI, 2000, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan
Penerjemah Al-Qur’an.
Hasan Langgulung, 2003, Azas-azas Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka al Husna Baru.
Imam al Mundziri, 2003, Ringkasan Shahih Muslim, Jakarta : Pustaka Amani.
Komaruddin Hidyat dkk, 2009, Mereka Bicara Pendidikan Islam Sebuah Bunga Rampai,
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
M. Arifin, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara.
Muzayyin Arifin, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara.
Muhammad Quthb, 1984, Sistem Pendidikan Islam, (Terjem) Salman Harun, Bandung :
Al- Ma’arif.
Muhammad Utsman Najati, 2005, Psikologi Dalam Al-Qur-an, (Alih Bahasa) M. Zaka
Alfarisi, Bandung : CV Pustaka Setia.
Muhibbin Syah, 2009, Psikologi Belajar, Jakarta : Rajagrafindo.
Nurwadjah Ahmad E.Q., 2010, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Bandung : Marja.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung :
Fokusmedia.
Ramayulis, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia.
Said Ismail Ali, 2010, Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh, Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar.
Shafique Ali Khan, 2005, Filsafat Pendidikan Al-Ghazali, Bandung : CV Pustaka Setia.
Winfred F. Hill, 2010, Theories of Learning- Teori-teori Pembelajaran (Terj.) M. Khozim,
Bandung : Penerbit Nusa Media.
Zakiah Daradjat, 2008, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar